KPU harus Lakukan Perbaikan, Hindari Buruknya Citra
July 10, 2024 11:00:00 am, Produced By: Hadi Prayogo
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi pemecatan terhadap Ketua KPU Hasyim Asy’ari karena dia melaksanakan pelecehan seksual terhadap pengadu berinisial CAT, dan melanggar kode etik penyelenggara Pemilu.
Sebelum mendapatkan sanksi pemecatan, Hasyim tercatat telah berkali-kali melakukan pelanggaran dan diganjar sanksi peringatan keras dari DKPP.
Berikut catatan pelanggaran yang dilakukan Hasyim saat menjadi Ketua KPU:
Pada Agustus 2022, Hasyim melakukan perjalanan pribadi Jakarta-Yogyakarta bersama Mischa Hasnaeni Moein alias Wanita Emas yang merupakan calon peserta Pemilu. Pertemuan Hasyim dan Hasnaeni berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, yang melanggar prinsip mandiri, proporsional, dan professional.
Hasyim dinyatakan melanggar kode etik sehubungan dengan Pasal 8 ayat 2 Peraturan KPU 10 Tahun 2023 soal pembulatan ke bawah dari 30 persen pencalonan perempuan dalam Pemilu DPR/DPRD pada Oktober 2023.
Pada Februari 2024, KPU menerima pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai Capres. Diketahui, KPU menerima pendaftaran sebelum merevisi PKPU Nomor 19 Tahun 2023 setelah putusan MK. DKPP menilai Hasyim terbukti tidak mampu menunjukkan sikap kepemimpinan yang professional dalam melakuan komunikasi dan koordinasi kelembagaan dan memberikan sanksi peringatan keras.
Selain itu, pada Mei 2024, DKPP lagi-lagi menjatuhi sanksi berupa peringatan kepada Hasyim dan semua anggota KPU soal kebocoran ratusan data pemilih tetap (DPT).
Pelanggaran kode etik yang berulang kali dilakukan Hasyim sebagai Ketua KPU merupakan suatu hal yang sangat serius karena ini akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap KPU sebagai penyelenggara Pemilu dan akan berdampak pada legitimasi hasil Pemilu, baik Pilpres maupun Pileg.
Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati menyampaikan bahwa biasanya kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses pemilihan anggota KPU. Rekruitmen dan dan seleksi hanya sebatas procedural saja, tapi tidak substansial, yang menyebabkan ketidakmampuan untuk mencapai demokrasi yang sebenarnya. Banyak penyelenggara Pemilu yang tidak punya kapasitas, bahkan tidak punya pengetahuan tentang kepemiluan.
KPU seharusnya segera melakukan perbaikan, memastikan proses Pilkada Serentak yang akan datang tidak mengulangi tindakan yang melanggar etika penyelenggara Pemilu, sehingga menghindari buruknya citra KPU.