7 Fraksi Tolak Usulan Polri di Bawah Kemendagri
December 9, 2024 11:00:00 am, Produced By: Budi Wahayu
Presiden kelima sekaligus Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri memisahkan TNI dan Polri pada tahun 2000 agar Polri sebagai lembaga sipil yang dipersenjatai bisa mandiri dan netralitas dalam menjalankan tugas keamanan dan perlindungan masyarakat.
Belakangan ini, ada dugaan Polri campur tangan Pilkada Serentak 2024. Dikatakan bahwa Polri tidak saja di bidang politik tetapi hal yang berkaitan dengan pelayanan terhadap masyarakat mengalami degradasi luar biasa.
Oleh karena itu, PDIP mengusulkan menempatkan Polri di bawah Kemendagri agar dapat mengelolanya dengan lebih baik.
Ketua DPP PDIP Deddy Yevri Sitorus menjelaskan saat ini banyak masalah pada internal Polri. Salah satunya Polri cawe-cawe di bidang politik. Dan Deddy berpendapat masalah internal Polri tidak hanya terjadi di tingkat bawah melainkan di tingkat atas. Dia mencontohkan seperti kasus pidana yang menjerat eks Kadiv Propam Irjen Ferdi Sambo dan eks Kalpoda Sumatera Barat Teddy Minahasa.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, juga mengungkapkan adanya laporan penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat kepolisian dalam Pilkada 2024, yang diguga terjadi di beberapa wilayah seperti Sulawesi Utara, Boyolali, Jawa Timur, dan Sumatera Utara.
Namun tujuh atau mayoritas fraksi di Komisi III DPR menolak usulan PDIP tersebut.
Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem Ahmad Sahroni mengatakan, dia tidak setuju jika Polri di bawah Kemendagri, Polri harus tetap berada di bawah perintah presiden.
“Polri adalah bagian dari instrumen negara yang memang dia harus laporannya kepada bapak presiden langsung, bukan di bawah kementerian, nanti ngawur,” ujarnya.
“Kenapa saya tidak setuju Polri di bawah Kemendagri? Pada saat nanti taruhlah di Kemendagri di bawah, nanti momen kekuasaan ada, nanti yang dituduh, diduga adalah berarti Kemendagri ini, yang melakukan permainan alat negara misalnya, dipakai untuk alat negara,” jelasnya.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Aboe Bakar Alhabsy juga menolak usulan itu. Dia menilai usulan PDIP tersebut merupakan langkah mundur dari semangat Polri dan dapat mengganggu stabilitas hukum serta demokrasi di Indonesia.
“Polri adalah institusi negara, bukan alat pemerintah tertentu. Reformasi Polri harus terus diperkuat, bukan diputarbalikkan ke masa lalu,” tegasnya.
Menurut Aboe Bakar, evaluasi Polri terkait dugaan pelanggaran netralitas di Pilkada 2024 harus dilakukan secara proporsional, dan menempatkan Polri di bawah kementerian bukan solusi. Yang paling baik adalah dengan memperkuat akuntabilitas, pengawasan, dan kapasitas internal Polri, yang merupakan fokus reformasi.
Sementara itu, Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya juga memberikan respons terkait usulan agar Polri berada di Kemendagri. Menurut dia, dalam aturan sudah jelas bahwa Polri itu berada di bawah presiden Indonesia.
“Iya, undang-undangnya kan mengatur bahwa kepolisian itu ada langsung di bawah bapak presiden,” kata Bima Arya.
Meskipun ada beberapa masalah di Polri, tapi penyelesaiannya harus dilakukan dengan hati-hati dan sesuai dengan asas hukum dan prinsip nasional. Polri sebagai penegak hukum utama di Indonesia, harus menjaga mandiri dan integritasnya untuk dapat memberikan pelayanan yang adil, transparan, dan netral kepada masyarakat. Penolakan terhadap usulan penempatan Polri di bawah Kemendagri juga merupakan langkah yang dianggap sebagai bentuk perlindungan terhadap mandiri Polri dan upaya untuk terus memperkuat reformasi di dalam Polri.